PARTIKULAT
PM (particulate matter) atau partikulat adalah suatu
istilah untuk partikel padatan maupun cair di udara. [4] Partikel berasal dari
berbagai sumber baik bergerak maupun stasioner sehingga sifat kimia dan fisika
partikel sangat bervariasi.
Partikel-partikel
ini memiliki berbagai ukuran dan bentuk serta dapat tersusun
dari ratusan bahan kimia yang berbeda. Partikel primer adalah partikulat yang diemisikan langsung dari sumber, seperti : lokasi konstruksi, jalan beraspal, ladang, cerobong asap, dan kebakaran. Partikel sekunder terbentuk melalui reaksi substansi kimia di
atmosfer seperti sulfur dioksida dan nitrogen
oksida yang dipancarkan dari pembangkit listrik, industri, dan kendaraan bermotor.
Partikulat dapat berupa "partikel
kasar," dengan diameter lebih besar dari
2,5 mikrometer dan lebih kecil
dari 10 mikrometer , dan "partikel halus," dengan diameter lebih
kecil dari 2,5 mikrometer.
Berdasarkan ukurannya, partikulat dibedakan seperti
pada gambar berikut.
Sumber : [1]
Sumber : [3]
Partikel kasar (PM10) memiliki diameter aerodinamis antara 2,5 μm dan 10 μm. PM10 terbentuk dari proses mekanik (misalnya penghancuran, penggilingan, abrasi permukaan), penguapan
semprotan, dan suspensi debu. PM10
terdiri dari oksida aluminosilikat dan oksida lainnya dari elemen kerak,
dan sumber-sumber utama termasuk debu dari jalan,
industri, pertanian, konstruksi dan pembongkaran, dan fly ash dari pembakaran bahan bakar fosil. Masa PM10 adalah dari
menit ke jam
dan jarak perjalanan yang bervariasi dari km
<1 km ke 10.
[3]
Partikel
halus memiliki diameter aerodinamis kurang dari 2,5 μm (PM2,5). Partikel-partikel ini terbentuk dari gas dan kondensasi uap
suhu tinggi selama pembakaran.
PM2,5 terdiri dari berbagai kombinasi senyawa sulfat, senyawa nitrat,
senyawa karbon, amonium, ion hidrogen, senyawa organik,
logam (Pb, Cd,
V, Ni , Cu, Zn, Mn, dan Fe), dan partikel
terikat air. Sumber utama PM2.5 adalah pembakaran
bahan bakar fosil, pembakaran
vegetasi, serta peleburan dan pengolahan logam. Masa PM2,5
di atmosfer adalah dari hari sampai minggu
dan rentang jarak
perjalanan dari 100 sampai 1000
km. [3]
Pada tahun 1971, United States EPA (Environmental Protection Agency) mendirikan NAAQS (National Ambient Air Quality Standard). Standar partikulat yang terdahulu adalah TSP (Total Suspended Particulate). Standar ini diganti pada tahun 1987 dengan partikel yang berukuran kurang dari 10 μm diameter aerodinamis (PM10). ditentukan konsentrasi rata-rata tahunan 50μg/m3 dan maksimum 24-jam sebesar 150μg/m3, berdasarkan nilai tertinggi selama 3 tahun periode. Pada tahun 1997, setelah meninjau penelitian ilmiah, EPA menyimpulkan bahwa partikel dengan diameter aerodinamis kurang dari 2,5 m (PM2.5) memiliki hubungan yang lebih besar dengan mortalitas dan morbiditas dari PM10. EPA menentukan PM2,5 tahunan standar pada konsentrasi 15 μg/m3 dan PM2,5 selama 24 jam pada tingkat 65 μg / m3. [3]
Inhalasi merupakan satu-satunya rute pajanan yang menjadi perhatian dalam hubungannya dengan dampak terhadap kesehatan. Walau demikian ada juga beberapa senyawa lain yang melekat bergabung pada partikulat, seperti timah hitam (Pb) dan senyawa beracun lainnya, yang dapat memajan tubuh melalui rute lain. Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga. [8]
Ada lima mekanisme yang mempengaruhi deposisi partikel di dalam saluran pernafasan. Mekanisme utama yaitu pengendapan secara gravitasi, impaction dan difusi Brownian. Mekanisme lainnya yaitu gaya tarik elektrostatis dan intersepsi. Ada beberapa faktor yang juga mempengaruhi deposisi partikulat, yaitu cara bernafas, aktivitas fisik, usia, radang paru-paru, dan kondisi ambien (peningkatan temperature dan kehadiran polutan lain). [3]
Beberapa dampak partikulat :
a. Kesehatan manusia
Beberapa studi epidemiologi
menunjukkan keterkaitan PM10 dan khususnya PM2,5 dengan beberapa permasalahan
kesehatan. Ukuran partikulat sangat kecil sehingga mampu mencapai bagian
terdalam paru-paru dan bahkan sampai beredar dalam aliran darah. Beberapa gangguan
kesehatan akibat terhirupnya PM10 dan PM2,5 yaitu [3]:
ü Gangguan pernafasan kronis
(bronchitis)
ü ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan
Akut)
ü Asma
ü Penurunan fungsi paru-paru
ü Kanker paru-paru
ü Kematian dini
Selain mengganggu sistem pernafasan,
paparan PM10 dan PM2,5 juga menyebabkan iritasi pada mata. Orang berusia lanjut,
anak-anak, dan orang yang memiliki gangguan pernafasan adalah kelompok manusia
yang paling sensitive terhadap paparan partikulat.
b. Ekosistem dan Lingkungan
Partikel halus (PM2,5) adalah penyebab
utama berkurangnya jarak pandang manusia. Tidak hanya manusia yang akan mengalami gangguan pernafasan dan penglihatan, jika konsentrasi partikulat di ambien melebihi ambang batas, hewan pun akan mengalami hal yang sama.
c. Material
Partikulat di atmosfer dapat juga
mengotori dan merusak material. [5] Deposisi partikulat pada bangunan akan mengotori dan mengurangi estetika bangunan.
d. Tumbuhan
Paparan partikulat terhadap tumbuhan memberikan dampakpada beberapa organ tumbuhan. Partikulat dengan pH > 9 menyebabkan kerusakan jaringan pada daun tempatnya terdeposisi. Partikulat yang terdeposisi di permukaan daun menghalangi sinar matahari yang dibutuhkan oleh daun untuk melakukan fotosintesis. Difusi gas dari daun ke udara pun terganggu akibat menempelnya partikulat. Deposisi partikulat di permukaan tanah mengakibatkan perubahan pH tanah yang secara tidak langsung berdampak buruk terhadap tumbuhan dan organisme di dalam tanah lainnya.
d. Tumbuhan
Paparan partikulat terhadap tumbuhan memberikan dampakpada beberapa organ tumbuhan. Partikulat dengan pH > 9 menyebabkan kerusakan jaringan pada daun tempatnya terdeposisi. Partikulat yang terdeposisi di permukaan daun menghalangi sinar matahari yang dibutuhkan oleh daun untuk melakukan fotosintesis. Difusi gas dari daun ke udara pun terganggu akibat menempelnya partikulat. Deposisi partikulat di permukaan tanah mengakibatkan perubahan pH tanah yang secara tidak langsung berdampak buruk terhadap tumbuhan dan organisme di dalam tanah lainnya.
Batas Indeks
Standar Pencemar Udara dalam Satuan SI di dalam Pedoman Teknis Perhitungan dan
Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara [2] :
Sumber : [2]
Sumber : [2]
Paparan PM10
selama 24 jam yang melebihi 150ug/m3 telah mengganggu kesehatan manusia, khususnya golongan sensitif.
Penetapan ISPU diadopsi dari penelitian yang dilakukan US EPA, konsentrasi PM10
150 μg/m3 telah menimbulkan gangguan kesehatan bagi golongan sensitif. Batas
konsentrasi ini diadopsi pemenrintah Indonesia sebagai ambang batas konsentrasi
partikulat di udara ambien.
Golongan yang
paling berisiko terhadap paparan partikulat halus yaitu :
-
Orang
berusia lanjut
-
Penderita
penyakit paru-paru atau jantung
-
Anak-anak
-
Penderita
asma
Untuk
mengendalikan kadar partikulat baik kasar mau pun halus di ambien, unit
penyisihan partikulat dibutuhkan. Prinsip penyisihan partikulat yaitu
memanfatkan gaya yang mempengaruhi arah gerak partikulat sehingga partikulat
tersebut keluar dari arah aliran udara pembawanya. Alat penyisih partikulat
yang bias dipasang pada sumber emisi yaitu :
1. Gravity settler
2. Cyclones
3. Baghouse filter/fabric filter
4. Electrostatic precipitator
5. Wet scrubber
Referensi
1. Anonim, 2011. Sekilas Tentang Partikulat.
http://belajartekniklingkungan.blogspot.com/ diunduh pada 23 Februari 2013
2. Bapedal, 1998. Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks
StandarPencemar Udara.
http://www.cets-uii.org/BML/Udara/ISPU/ISPU%20%28Indeks%20Standar%20Pencemar%20Udara%29.htm diunduh pada 23 Februari 2013
3. Marian Flerro, 2000. Particulate Matter.
www.airinfonow.org/pdf/Particulate_Matter.pdf diunduh pada 23 Februari 2013
4. US EPA, 2013. Basic Information Particulate Matter (PM).
http://www.epa.gov/pm/basic.html
diunduh pada 23 Februari 2013
5. US EPA, 2013. Health Effects of Particulate Matter.
http://www.epa.gov/region7/air/quality/pmhealth.htm diunduh pada 23 Februari 2013
6. Yenni Ruslinda, . Pengendalian Pencemar Udara Partikulat
http://ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/17907/mod_resource/content/1/Pemantauan%20dan%20Pengendalian%20Pencemaran%20Udara%207.pdf diunduh pada 26 Februari 2013
7. Santosh Kumar, 2012. Ecological Effects of Airborne Particulate Matter on Plants.
http://www.iaees.org/publications/journals/environsc/articles/2012-1(1)/ecological-effect-of-airborne-particulate-matter-on-plants.pdf. diunduh pada 27 Februari 2013
8. Depkes, 1999. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
http://www.iaees.org/publications/journals/environsc/articles/2012-1(1)/ecological-effect-of-airborne-particulate-matter-on-plants.pdf. diunduh pada 27 Februari 2013
8. Depkes, 1999. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
http://www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF diunduh pada 27 Februari 2013